Sunday, May 16, 2010

L'Amour d'Dieu

 
 
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku
pada seseorang yang melabuhkan cintanya
pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk
mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah
cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku
pada-Mu

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku
menyentuh hati seseorang yang hatinya
tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam
jurang cinta semu.

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah
hatiku padanya agar tidak berpaling dari hati-Mu.

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang yang
merindui syahid di jalan-Mu.

Ya Allah, jika aku rindu, jagalah
rinduku padanya agar tidak lalai aku
merindukan syurga-Mu.

Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan
indahnya bermunajat di sepertiga malam
terakhirMu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada
kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih
dan terjatuh dalam perjalanan panjang
menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui
kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui
batas sehingga melupakan aku pada cinta
hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.

Ya Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati
ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah
bersatu dalam dakwah pada-MU, telah
berpadu dalam membela syariat-Mu.

Kokohkanlah ya Allah ikatannya.
Kekalkanlah cintanya. 
Tunjukilah jalan-jalannya. 
Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu
yang tiada pernah pudar. 
Lapangkanlah dada-dada kami  
dengan limpahan keimanan kepada-Mu 
dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.

Tuesday, January 19, 2010

Rahasia Kaya Raya dari Orang yang Sukses

Berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, saya dipertemukan dengan hamba-Nya yang satu ini. Beliau adalah seorang leader yang selalu mengayomi, memberikan bimbingan, semangat, inspirasi, ide dan gagasan segar. Beliau ekoseorang pemimpin yang mampu menggerakkan ratusan hingga ribuan anak buahnya. Beliau seorang guru yang memiliki lautan ilmu, yang selalu siap ditimba oleh anak-anaknya dan bagai tiada pernah habis.

Saat ini beliau memiliki berbagai macam bidang usaha, di antaranya sebagai supplier dan distribusi alat dan produk kesehatan, puluhan hektar tambak, puluhan hektar ladang, berpuluh rumah kos, ruko, stand penjualan di mall, apartemen dan lain-lain. Pernah saya mencoba menghitung, penghasilan beliau bisa mencapai Rp 1 Milyar per bulannya. Sebuah pencapaian luar biasa bagi saya dan kebanyakan orang lain.

Pertemuan antara saya dan beliau yang saya ceritakan di bawah ini terjadi beberapa tahun yang lalu, di saat penghasilan beliau masih berkisar Rp 200 juta per bulan. Bagi saya, angka ini pun sudah bukan main dahsyatnya. Sengaja saya tidak menyebutkan namanya, karena cerita ini saya publish belum mendapatkan ijin dari beliau. Kita ambil wisdomnya saja ya.

Suatu hari, terjadilah dialog antara saya dengan beliau di serambi sebuah hotel di Bandung . Saya ingat, beliau berpesan bahwa beliau senang ditanya. Kalau ditanya, maka akan dijelaskan panjang lebar. Tapi kalau kita diam, maka beliau pun akan "tidur". Jadilah saya berpikir untuk selalu mengajaknya ngobrol. Bertanya apa saja yang bisa saya tanyakan.

Sampai akhirnya saya bertanya secara asal, "Pak, Anda saat ini kan bisa dibilang sukses. Paling tidak, lebih sukses daripada orang lain. Lalu menurut Anda, apa yang menjadi rahasia kesuksesan Anda?"

Tak dinyana beliau menjawab pertanyaan ini dengan serius.

" Ada empat hal yang harus Anda perhatikan," begitu beliau memulai penjelasannya.

RAHASIA PERTAMA

"Pertama. Jangan lupakan orang tuamu, khususnya ibumu. Karena ibu adalah orang yang melahirkan kita ke muka bumi ini. Mulai dari mengandung 9 bulan lebih, itu sangat berat. Ibu melahirkan kita dengan susah payah, sakit sekali, nyawa taruhannya. Surga di bawah telapak kaki ibu. Ibu bagaikan pengeran katon (Tuhan yang kelihatan).

Banyak orang sekarang yang salah. Para guru dan kyai dicium tangannya, sementara kepada ibunya tidak pernah. Para guru dan kyai dipuja dan dielukan, diberi sumbangan materi jutaan rupiah, dibuatkan rumah; namun ibunya sendiri di rumah dibiarkan atau diberi materi tapi sedikit sekali. Banyak orang yang memberangkatkan haji guru atau kyainya, padahal ibunya sendiri belum dihajikan. Itu terbalik.

Pesan Nabi : Ibumu, ibumu, ibumu... baru kemudian ayahmu dan gurumu.
Ridho Allah tergantung pada ridho kedua orang tua. Kumpulkan seribu ulama untuk berdoa. Maka doa ibumu jauh lebih mustajabah." Beliau mengambil napas sejenak.

RAHASIA KEDUA

"Kemudian yang kedua," beliau melanjutkan. "Banyaklah memberi. Banyaklah bersedekah. Allah berjanji membalas setiap uang yang kita keluarkan itu dengan berlipat ganda. Sedekah mampu mengalahkan angin. Sedekah bisa mengalahkan besi. Sedekah membersihkan harta dan hati kita. Sedekah melepaskan kita dari marabahaya. Allah mungkin membalas sedekah kita dengan rejeki yang banyak, kesehatan, terhindarkan kita dari bahaya, keluarga yang baik, ilmu, kesempatan, dan lain-lain.

Jangan sepelekan bila ada pengemis datang meminta-minta kepadamu. Karena saat itulah sebenarnya Anda dibukakan pintu rejeki. Beri pengemis itu dengan pemberian yang baik dan sikap yang baik. Kalau punya uang kertas, lebih baik memberinya dengan uang kertas, bukan uang logam. Pilihkan lembar uang kertas yang masih bagus, bukan yang sudah lecek. Pegang dengan dua tangan, lalu ulurkan dengan sikap hormat kalau perlu sambil menunduk (menghormat) . Pengemis yang Anda beri dengan cara seperti itu, akan terketuk hatinya, 'Belum pernah ada orang yang memberi dan menghargaiku seperti ini.' Maka terucap atau tidak, dia akan mendoakan Anda dengan kelimpahan rejeki, kesehatan dan kebahagiaan.

Banyak orang yang keliru dengan menolak pengemis yang mendatanginya, bahkan ada pula yang menghardiknya. Perbuatan itu sama saja dengan menutup pintu rejekinya sendiri.

Dalam kesempatan lain, ketika saya berjalan-jalan dengan beliau, beliau jelas mempraktekkan apa yang diucapkannya itu. Memberi pengemis dengan selembar uang ribuan yang masih bagus dan memberikannya dengan dua tangan sambil sedikit membungkuk hormat. Saya lihat pengemis itu memang berbinar dan betapa berterima kasihnya.

RAHASIA KETIGA

"Allah berjanji memberikan rejeki kepada kita dari jalan yang tidak disangka-sangka, " begitu beliau mengawali penjelasannya untuk rahasia ketiganya. "Tapi sedikit orang yang tahu, bagaimana caranya supaya itu cepat terjadi? Kebanyakan orang hanya menunggu. Padahal itu ada jalannya."

"Benar di Al Quran ada satu ayat yang kira-kira artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya diadakan-Nya jalan keluar baginya dan memberinya rejeki dari jalan/pintu yang tidak diduga-duga" , saya menimpali (QS Ath Thalaq 2-3).

"Nah, ingin tahu caranya bagaimana agar kita mendapatkan rejeki yang tidak diduga-duga? ," tanya beliau.

"Ya, bagaimana caranya?" jawab saya. Saya pikir cukup dengan bertaqwa, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah akan mengirim rejeki itu datang untuk kita.

"Banyaklah menolong orang. Kalau ada orang yang butuh pertolongan, kalau ketemu orang yang kesulitan, langsung Anda bantu!" jawaban beliau ini membuat saya berpikir keras. "Saat seperti itulah, Anda menjadi rejeki yang tidak disangka-sangka bagi orang itu. Maka tentu balasannya adalah Allah akan memberikan kepadamu rejeki yang tidak disangka-sangka pula."

"Walau pun itu orang kaya?" tanya saya.

"Ya, walau itu orang kaya, suatu saat dia pun butuh bantuan. Mungkin dompetnya hilang, mungkin ban mobilnya bocor, atau apa saja. Maka jika Anda temui itu dan Anda bisa menolongnya, segera bantulah."

"Walau itu orang yang berpura-pura? Sekarang kan banyak orang jalan kaki, datang ke rumah kita, pura-pura minta sumbangan rumah ibadah, atau pura-pura belum makan, tapi ternyata cuma bohongan. Sumbangan yang katanya untuk rumah ibadah, sebenarnya dia makan sendiri," saya bertanya lagi.

"Ya walau orang itu cuma berpura-pura seperti itu," jawab beliau. "Kalau Anda tanya, sebenarnya dia pun tidak suka melakukan kebohongan itu. Dia itu sudah frustasi karena tidak bisa bekerja atau tidak punya pekerjaan yang benar. Dia itu butuh makan, namun sudah buntu pikirannya. Akhirnya itulah yang bisa dia lakukan. Soal itu nanti, serahkan pada Allah. Allah yang menghakimi perbuatannya, dan Allah yang membalas niat dan pemberian Anda."

RAHASIA KEEMPAT

Wah, makin menarik, nih. Saya manggut-manggut. Sebenarnya saya tidak menyangka kalau pertanyaan asal-asalan saya tadi berbuah jawaban yang begitu serius dan panjang. Sekarang tinggal satu rahasia lagi, dari empat rahasia seperti yang dikatakan beliau sebelumnya.

"Yang keempat nih, Mas," beliau memulai. "Jangan mempermainkan wanita".

Hm... ini membuat saya berpikir keras. Apa maksudnya. Apakah kita membuat janji dengan teman wanita, lalu tidak kita tepati? Atau jangan biarkan wanita menunggu? Seperti di film-film saja.

"Maksudnya begini. Anda kan punya istri, atau suami. Itu adalah pasangan hidup Anda, baik di saat susah maupun senang. Ketika Anda pergi meninggalkan rumah untuk mencari nafkah, dia di rumah menunggu dan berdoa untuk keselamatan dan kesuksesan Anda. Dia ikut besama Anda di kala Anda susah, penghasilan yang pas-pasan, makan dan pakaian seadanya, dia mendampingi Anda dan mendukung segala usaha Anda untuk berhasil."

"Lalu?" saya tak sabar untuk tahu kelanjutan maksudnya.

"Banyak orang yang kemudian ketika sukses, uangnya banyak, punya jabatan, lalu menikah lagi. Atau mulai bermain wanita (atau bermain pria, bagi yang perempuan). Baik menikah lagi secara terang-terangan, apalagi diam-diam, itu menyakiti hati pasangan hidup Anda. Ingat, pasangan hidup yang dulu mendampingi Anda di kala susah, mendukung dan berdoa untuk kesuksesan Anda. Namun ketika Anda mendapatkan sukses itu, Anda meninggalkannya. Atau Anda menduakannya. "

Oh... pelajaran monogami nih, pikir saya dalam hati.

"Banyak orang yang lupa hal itu. Begitu sudah jadi orang besar, uangnya banyak, lalu cari istri lagi. Menikah lagi. Merasa "keadilan" yang dikatakan Al Qur'an hanya berupa keadilan material. Rumah tangganya jadi kacau. Ketika merasa ditinggalkan, pasangan hidupnya menjadi tidak rela. Akhirnya uangnya habis untuk biaya sana-sini. Banyak orang yang jatuh karena hal seperti ini. Dia lupa bahwa pasangan hidupnya itu sebenarnya ikut punya andil dalam kesuksesan dirinya," beliau melanjutkan.

Hal ini saya buktikan sendiri, setiap saya datang ke rumahnya yang di Waru Sidoarjo, saya menjumpai beliau punya 1 istri, 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.

Perbincangan ini ditutup ketika kemudian ada tamu yang datang....

Sumber : kaskus.us

Friday, July 3, 2009

Wednesday, June 3, 2009

Handbook of Nutrition and Pregnancy




Written for the clinician and other healthcare professionals who treat and counsel pregnant women and women of child-bearing age, Handbook of Nutrition and Pregnancy is an excellent and easy-to-use resource in the practical form of a handbook. In Handbook of Nutrition and Pregnancy, the authors provide historical perspective and background to support recommendations which are provided in each chapter, importantly for the practitioners, recommendations and guidelines have been summarized and provided in tables that are easy to locate and interpret. This book discusses relevant topics in the scientific community such as determining to what extent prenatal and perinatal environmental factors are linked to childhood and adult obesity and chronic diseases. This book also examines issues that are common to both the developed and the developing worlds and includes chapters that are specific to nutritional and reproductive factors seen mainly in developing countries. These chapters discuss contemporary issues that impact both the woman and the developing infant. Also covered in several chapters is a review of nutritional as well as physiological factors that either increase or decrease the potential for high risk pregnancies such as gestational diabetes mellitus, Type I and Type II diabetes mellitus, preeclampsia, anemia, and so forth. Handbook of Nutrition and Pregnancy is a comprehensive volume that includes up-to-date information in chapters written by the leaders in the fields of diet, nutrients, ingredients, environmental factors and physiological consequences addressing the needs of women of childbearing potential and pregnant women.

Sunday, April 26, 2009

The Perfumed Garden of the Cheikh Nefzaoui: A Manual of Arabian Erotology




Via Kewlshare.com



or

Via Depositfiles.com



The Perfumed Garden by Sheikh Nefzaoui is a sex manual and work of erotic literature. The full title of the book is The Perfumed Garden for the Soul's Recreation (al-Rawď al-'āţir bi-nuzhat al-khāţir).
The name of the sheikh has become known to posterity as the author of this work, which is the only one attributed to him.

The book was translated into English (from a French edition) in 1886 by Sir Richard Francis Burton as The Perfumed Garden of the Cheikh Nefzaoui: A Manual of Arabian Erotology.

According to Burton, from the historical notice contained in the first leaves of the manuscript, and notwithstanding the apparent error respecting the name of the Bey who was reigning in Tunis, it may be presumed that this work was written in the beginning of the sixteenth century, about the year 925 of the Hijra.

As regards the birthplace of the author, it can be deduced from his name, considering the Arab naming practice of joining the name of their birth-place to their own, that he was born at Nefzaoua, a town situated in the district of that name on the shore of the lake Sebkha Melrir, in the south of the kingdom of Tunis.

The Sheikh himself records that he lived in Tunis, and it is most probable the book was written in that city. According to tradition, a particular motive induced him to undertake a work entirely at variance with his simple tastes and retired habits.
Burton mentions that he considers that The Perfumed Garden can be compared with the works of Aretin and Rabelais, of the book Conjugal Love. But what he believes makes The Perfumed Garden unique as a book of its kind is "the seriousness with which the most lascivious and obscene matters are presented".

Burton points out that not all of the ideas in The Perfumed Garden are original. For instance, all the record of Moçama and of Chedja is taken from the work of Mohammed ben Djerir el Taberi; the description of the different positions for coition, as well as the movements applicable to them, are borrowed from Indian works; finally, the book Birds and Flowers by Azeddine el Mocadecci seems to have been consulted with respect to the interpretation of dreams.

Wednesday, April 22, 2009

KADO PERNIKAHAN UNTUK ISTRIKU




Terdiri dari tiga jendela, buku ini menghadirkan tuntunan Islam dengan penuturan yang menggugah.

Jendela pertama menyajikan uraian tentang berbagai masalah sebelum menikah. Ada pembahasan tentang meminang, pertimbangan untuk mengiyakan atau menolak pinangan, membedakan antara menyegerakan dan tergesa-gesa hingga soal perintah agama untuk memudahkan perkawinan dan meringkankan mahar.

Bagi pengantin baru, tentu Anda sangat perlu membaca jendela kedua. Dimulai dengan pembahasan akad nikah, Anda akan menemukan bahasan penting bagaimana memasuki malam zafaf. Malam pertama. Tuntunan Islam membimbing Anda agar malam pertama berlalu dengan barakah dan sekaligus mengguratkan kesan yang sangat mendalam.

Jendela ketiga penting untuk siapa saja yang ingin memelihara cinta dan perkawinan. Di dalamnya ada bahasan cerdas tentang komunikasi suami-istri, termasuk bagaimana mengelola konflik agar berakhir dengan kebaikan.

Daftar Isi "Kado Pernikahan Untuk Istriku"

Dari Penerbit
Dari Penulis
Ucapan Terima Kasih
Mukadimah
Pernikahan Itu Agung
Jendela Pertama:
Sebelum Sampai Ke Akad Nikah
Bagian Satu:
Kupinang Engkau Dengan Hamdalah
Bab 1: Kupinang Engkau Dengan Hamdalah
Bab 2: Mempertimbangkan Pinangan
Bab 3: Mengenai Sumber Informasi dan Perantara
Bab 4: Selama Proses Berlangsung
Bab 5: Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa
Bagian Dua:
Mencapai Pernikahan Barakah
Bab 6: Dimanakah Wanita-wanita Barakah Itu?
Bab 7: Undangan-undangan Mubazir Itu...
Bab 8: Awalnya Dari Niat
Jendela Kedua:
Sejak Akad Nikah dan Malam Pertama
Bagian Satu:
Maka, Ia Menjadi Istrimu
Bab 9: Memasuki Malam Zafaf
Bab 10: Masa Pengantin Baru
Bab 11: Tinggal Dimana Setelah Menikah?
Bagian Dua:
Saat-saat Indah Bersama Suami
Bab 12: Saat Tepat Untuk Berhias
Bab 13: Keindahan Suami Istri
Bab 14: Keindahan yang Lebih Besar
Jendela Ketiga:
Rumah Tangga Pasca Nikah
Bagian Satu:
Menjaga Rumah Kita
Bab 15: Biarlah Engkau yang Tercantik di Hatiku
Bab 16: Komunikasi Suami Istri
Bagian Dua:
Membawa Keluarga Ke Masa Depan
Bab 17: Komunikasi Kita dan Pendidikan Anak
Bab 18: Keasyikan yang Menghancurkan Keluarga Kita
Bagian Tiga:
Persoalan Rumah Tangga
Bab 19: Konflik dan Perceraian
Bab 20: Poligami
Epilog
Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra Sekarang?
Pamit Penulis

Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam



Sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan, Islam tidak pernah memberangus hasrat seksual. Islam memberikan panduan lengkap agar seks bisa tetap dinikmati seorang muslim tanpa harus kehilangan ritme ibadahnya.

Bulan Syawal, bagi umat Islam Indonesia, bisa dibilang sebagai musim kawin. Anggapan ini tentu bukan tanpa alasan. Kalangan santri dan muhibbin biasanya memang memilih bulan tersebut sebagai waktu untuk melangsungkan aqad nikah.

Kebiasaan tersebut tidak lepas dari anjuran para ulama yang bersumber dari ungkapan Sayyidatina Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq yang dinikahi Baginda Nabi pada bulan Syawwal. Ia berkomentar, “Sesungguhnya pernikahan di bulan Syawwal itu penuh keberkahan dan mengandung banyak kebaikan.”

Namun, untuk menggapai kebahagiaan sejati dalam rumah tangga tentu saja tidak cukup dengan menikah di bulan Syawwal. Ada banyak hal yang perlu dipelajari dan diamalkan secara seksama oleh pasangan suami istri agar meraih ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), baik lahir maupun batin. Salah satunya --dan yang paling penting-- adalah persoalan hubungan intim atau dalam bahasa fiqih disebut jima’.

Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim –menurut Islam-- termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam.

Selain itu jima’ yang halal juga merupakan iabadah yang berpahala besar. Rasulullah SAW bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itu lah setiap hubungan seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.

Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.

Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan mengalami kesulitan; Jangan sampai tidak makan, agar usus tidak menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.

Wajahnya Muram
Muhammad bin Zakariya menambahkan, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”

Sedangkan di antara manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.

Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri.

Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.

Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan yang berada dalam batas kewajaran manusia, adat dan agama. Tidak dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik seks menyimpang, seperti sodomi (liwath) yang secara medis telah terbukti berbahaya. Atau penggunaan kekerasaan dalam aktivitas seks (mashokisme), baik secara fisik maupun mental, yang belakangan kerap terjadi.

Maka, sesuai dengan kaidah ushul fiqih "ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajibun" (sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan perkara wajib, hukumnya juga wajib), mengenal dan mempelajari unsur-unsur yang bisa mengantarkan jima’ kepada faragh juga hukumnya wajib.

Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, atau –bahkan— tidak mudah panas. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.

Dan, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.

Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah SAW, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’.

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? ...yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).

Bau Mulut
Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tehnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.

Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari, “Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalm satu bejana...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.

Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.”

Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya.

Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).

Posisi Ijba’
Menurut ahli tafsir, ayat ini turun sehubungan dengan kejadian di Madinah. Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan seks dalam posisi ijba’ atau tajbiyah.

Ijba adalah posisi seks dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut.

Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.

Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi..”

Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya.

Dikutip dari : http://the-dark-knights.blogspot.com/

Cincin Pinangan Adab Pernikahan Islami




Hendaknya kedua mempelai yang telah berikrar untuk mengikat tali perkawinan yang suci dan luhur, berniat untuk memelihara kehormatan diri dari perbuatan yang terlarang, karena hubungan keduanya merupakan shadaqah bagi keduanya. Hal tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, berkata, “Beberapa orang sahabat berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong semua pahala yang disediakan Allah. Mereka shalat seperti kami, puasa seperti kami, dan mereka juga mampu memberi shadaqah dengan harta yang banyak.

Rasulullah SAW menjawab, “Bukanlah Allah pun telah memberikan kesempatan kepada kalian untuk bershadaqah? Tiap ucapan tasbih adalah shadaqah, tiap ucapan takbir adalah shadaqah, tiap ucapan tahlil adalah shadaqah, begitu pula ucapan tahmid. Tidak hanya itu, segala usaha yang menyeru umat kejalan kebaikan termasuk shadaqah, melarang orang melakukan kemunkaran adalah shadaqah, bahkan jika kalian bercampur dengan istri-istri kalian…”

Tuntunan Lengkap Pernikahan berikut Tuntunan Nabi dalam Masalah Seks



Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Carilah kekayaan di dalam pernikahan, karena Allah berfirman: ‘Jika mereka miskin, Allah akan mampukan mereka dengan karunia-Nya” (An-Nur: 32).” Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (Lihat Tafsir Ibnu Katsir (5/ 94-95, cetakan Darul Andalus).

Di dalam buku ini akan dibahas secara lengkap tentang tata cara pernikahan, mulai dari memilih calon istri, nazhar (melihat calon istri), meminang, adab malam pertama, sampai masalah hak dan kewajiban suami-istri. Buku ini merupakan gabungan dari kitab Al-lnsyirah fi Adabin Nikah karya Abu Ishaq Al-Huwaini dan kitab Zaadul Ma’ad juz 4 karya Ai-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah.

Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak dengan seksama terjemah buku karya seorang ulama ahli hadits abad keduapuluh yang saat ini berdomisili di negeri Mesir, Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari. Beliau merupakan salah satu murid Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Judul asli buku beliau adalah Al-Insyirah fi Adabin Nikah. Kami sengaja menggabungkan penerbitan buku ini dengan tulisan Al-lmam Ibnul Qayyim rahimahullah yang kami petik dari kitab beliau yang berjudul Zaadul Ma’ad pada bab khusus yang berjudul: Petunjuk Nabi saw dalam Masalah Seks. Tujuan kami adalah untuk melengkapi agar lebih banyak manfaat dan memperluas wawasan kita dalam masalah ini.

Catatan : File ini berekstensi *.djvu, hanya bisa dibaca oleh DjVu Reader. Klik disini untuk download DjVu Reader.

Sexuality In Islam




Arguing that Islam is a lyrical view of life in which sexuality enjoys a privileged status, this work represents an attempt to integrate the religious and the sexual. It examines the problem of whether this harmony of sexuality and religious faith is achieved in practice. Drawing on both Arabic and Western sources, the author describes the place of sexuality in the traditional Islamic view of the world. Beginning with the Qur'an, Professor Bouhdiba confronts the question of male supremacy in Islam, and the strict separation of the masculine and the feminine. He gives an account of purification practices, of Islamic attitudes towards homosexuality, concubinage, legal marriage, and of the sexual taboos laid down by the Qur'an. He assesses contemporary sexual practice, including eroticism, mysogyny and mysticism, and concludes that the ideal Islamic model of sexuality has been debased.